Jalaludin Rumi - Nama K.H. Makhtum Hannan tidak asing lagi bagi kalangan masyarakat dan santri sekitar Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka. Nama beliau semakin menjadi sorotan media saat menjelang Muktamar NU pada Agustus 2015 lalu. Pasalnya, beliau terpilih menjadi salah satu anggota Ahlul Halli wal ‘Aqdi (AHWA). Pesantrenpedia.org melansir bahwa K.H. Makhtum Hannan dilahirkan di Cirebon pada 13 Juni 1938 dari pasangan KH Abdul Hannan dan Nyai Solihah.
Karomah dan Istiqamah KH Makhtum Hannan Ciwaringin Cirebon - Jalaludin Rumi |
Karomah dan Istiqamah KH Makhtum Hannan Ciwaringin Cirebon
Kiai yang masih memilik nasab hingga Sunan Giri ini, pernah nyantri di berbagai pesantren di Pulau Jawa, di antaranya di Pondok Pesantren Kaliwungu pada Kiai Abu Khaer Pasarean, Kiai Subki, dan Ustaz Fadhil.Selain itu, beliau juga pernah nyantri di Pondok Pesantren Lasem di bawah asuhan Syekh Masduki dan Syekh Mansur bin Khalil, sebagaimana dikutip dari Nu.or.id, banyak teladan yang dapat dipetik dari sosok ulama yang biasa dipanggil oleh santrinya dengan panggilan "Mama Makhtum" ini. Paling tidak, 5 teladan di bawah ini dapat ditiru oleh para santri:
1. Tawadlu' dan telaten mendidik santri
Sewaktu saya nyantri di Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, Kiai Makhtum tidak mau mengajar kitab yang besar-besar pada para santrinya. Saya mengaji kitab al-‘Asymawi, syarah Jurumiyah, yang diulang sebanyak tujuh kali pada beliau. Sekelas Kiai Makhtum tentu tidak mungkin tidak mampu membaca kitab-kitab gramatika Arab besar sekelas Al-Fiyah, Mughni al-Labib, ‘Uqud al-Juman, atau kitab-kitab fikih besar sekelas al-Umm, Mughnil Muhtaj, dan kitab-kitab fikih mazhab Syafi’i lainnya.
Beliau lebih memilih kitab-kitab kecil untuk membekali santrinya di kemudian hari membaca kitab-kitab besar tersebut. Beliau sangat telaten mengajari kitab tersebut pada para santrinya. Satu bab saja bisa dibahas dalam beberapa kali pertemuan. Selain telaten mendidik santri, beliau juga sosok ulama yang sangat tawadlu' dan hati-hati. Prof. Dr. Nadirsyah Hosen pernah menceritakan dalam facebooknya, saat Kiai Makhtum diminta untuk berdoa menutup acara pertemuan kiai-kiai yang tergabung dalam AHWA, beliau sempat menolak dan tidak mau. Begitulah sosok Kiai Makhtum di mata para santrinya.
2. Hidmah kepada masyarakat
Hampir setiap hari, Kiai Makhtum selalu kedatangan tamu, baik dari masyarakat tingkat ekonomi bawah, atau ekonomi ke atas. Beliau terkenal sebagai Kiai ahli hikmah. Karenanya, para tamu yang datang ke Kiai Makhtum kebanyakan mengeluh masalah ekonomi. Ada tamu yang curhat dagangannya bangkrut, sedang mencari jodoh, ingin mendaftar PNS, meminta wasilah dagangannya laris, dan lain sebagainya. Kiai Makhtum selalu men-support mereka dengan bacaan-bacaan zikir dan doa yang harus dibaca secara berkesinambungan.
Beliau juga terkenal sebagai sosok yang dermawan. Tidak jarang santri ndalem, dan tamu yang membutuhkan bantuan ekonomi, beliau bantu dengan sukarela. Kiai Makhtum selalu menganjurkan para tamunya untuk menggeluti berdagang mandiri, daripada kerja di perkantoran. Ini bukan karena kerja di perkantoran jelek, tapi titik tekannya agar para tamunya yang datang itu mandiri secara ekonomi, tidak mengandalkan gaji dari kantor.
3. Teguh pendirian
Kiai Makhtum merupakan sosok ulama yang sangat teguh pendiriannya. Kalau beliau sudah berkata A, ya harus A, tidak boleh B. Suatu saat pada tahun 2008, pemerintah berencana membangun tol Cipali yang saat itu ingin “menabrak” lingkungan Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon. Konon, pemerintah juga bersedia menggelontorkan uang yang jumlahnya tidak sedikit untuk masyarakat dan kiai-kiai yang pesantrennya terkena gusuran.
Namun hal itu ditolak mentah-mentah oleh sesepuh Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon tersebut. Kiai Makhtum bukanlah sosok ulama yang cinta duniawi. Karena hatinya yang bersih tersebut, tidak jarang analisa-analisanya terhadap suatu permasalahan sehari-sehari, negara, selalu tepat. Pada waktu itu, saat Gus Solah mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden mendampingin Wiranto diprediksikan tidak akan jadi. Faktanya demikian.
4. Kuat tirakat
Menurut penuturan santri senior dan masyarakat sekitar, Kiai Makhtum sudah senang tirakat sejak beliau muda. Ayahanda beliau, Kiai Abdul Hannan terkenal sebagai sosok wali yang sangat disegani pada masanya. Konon, ada seorang penjahat yang tobat sebab kesaktian Kiai Abdul Hannan. Suatu saat, Kiai Abdul Hannan sedang berjalan di tempat yang sepi dan mengerikan, tiba-tiba datang sekelompok begal yang ingin menodong beliau. Karena para penodong tersebut menginginkan harta, Kiai Abdul Hannan “menyulap” pohon pisang menjadi emas.
Tentu karamah yang dimiliki Kiai Abdul Hannan ini didapatkan karena melalu proses tirakat yang begitu panjang. Kegemaran bertirakat ini menurun dalam diri Kiai Makhtum Hannan. Konon, beliau puasa sampai sempat tidak bisa jalan. Kemungkinan karena kekurangan cairan dalam tubuh beliau. Tentu niat beliau tirakat ini untuk “membunuh” nafsu-nafsu yang bergejolak dalam jiwa beliau. Hasilnya, beliau menjadi sosok ulama yang sangat hati-hati dalam menyikapi permasalahan yang dihadapinya.
5. Istiqomah
Sosok Kiai Makhtum Hannan sangat menekankan istikamah dalam hidup beliau. Dalam rumah beliau tertulis untaian pesan dalam bahasa Arab, al-istiqamah khairun min alfi karamah, Tsubutl karamah fi dawâmil istiqamah, ‘Istikamah itu lebih baik daripada seribu karamah. Terjaganya karamah karena melakukan istikamah secara sinambung. Istikamah itu macamnya banyak. Bila Anda suka menulis, istikamahlah dalam menulis. Tekuni bidang Anda. Namun perlu diingat juga, bahwa seorang santri harus memiliki wiridan yang dibaca secara istiqomah.
Nah, kembali ke Kiai Makhtum. Beliau setiap seminggu sekali selalu memimpin istighastah di maqbarah Kiai Abdul Hannan beserta para santri dan jamaahnya. Dua bulan sekali, beliau memimpin istigasah kubra di tempat yang sama. Semoga para santri dan masyarakat pada umumnya dapat meneladani 5 pendirian Kiai Makhtum ini.
Dan kini semua kehilangan sosok mulia sepertia beliau, semoga Allah juga memberikan tempat yang mulia di sisinya dan diterima segala amalnya. Al-fatihah. [Jalaludin Rumi]
Dari : http://www.dutaislam.com/2017/01/karomah-dan-istiqamah-kh-makhtum-hannan-ciwaringin-cirebon.html
EmoticonEmoticon